NTB.Suara.com - Pengamat hukum Made "Ariel" Suardana menilai dalam kasus dugaan korupsi dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) pada Universitas Udayana (Unud).
Ada beberapa poin penting yang kemungkinan dilanggar sehingga menjadi temuan penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali.
Sehingga dalam perkembangannya, penyidik Kejati Bali menetapkan tiga pejabat rektorat sebagai tersangka.
"Saya mencoba mengkomparasikan atau membandingkan SK Rektor. Lalu tiba pada kesimpulan berdasarkan ketentuan dia berhak untuk melakukan pungutan pada jalur mandiri," katanya, Rabu 1 Maret 2023.
Dimana dalam pengertian Iuran/Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) adalah : iuran yang dikenakan kepada mahasiswa/orangtua mahasiswa/wali mahasiswa Jalur Mandiri dengan besaran yang telah ditetapkan Rektor.
Dasar hukum Pembayaran berupa Iuran/Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) merujuk Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, Peraturan Menteri Riset, Teknologi, Dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2017 Tentang Biaya Kuliah Tunggal Dan Uang Kuliah Tunggal Pada Perguruan Tinggi Negeri Di Lingkungan Kementerian Riset, Teknologi, Dan Pendidikan Tinggi.
Ada juga Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penerimaan Mahasiswa Baru Program Sarjana Pada Perguruan Tinggi Negeri.
Namun, dalam salah dinyatakan bahwa PTN dilarang menggunakan SPI menjadi dasar penentuan penerimaan atau kelulusan mahasiswa.
Tak hanya itu, Made "Ariel" Suardana juga menyoroti soal keterbukaan publik terkait penggunaan SPI. Jadi, pihak Unud harusnya membuka penggunaan dana itu sejak awal.
Baca Juga:Kejati Bali Diminta Tak Setengah Hati, Bongkar Korupsi SPI Unud sampai ke Akar-akarnya
"Dicek lagi juga apakah Rektor mendapatkan tunjangan atau dana SPI ini untuk kepentingan dinasnya. Website Unud itu digunakan untuk apa saja selama ini," terangnya.
"Persoalan yang mendasar adalah penyimpangan pada prakteknya sehingga ditemukan oleh kejaksaan," tukasnya. ***