NTB.Suara.com – Gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) membuat geger Indonesia. Sebab, gugatan itu menang di PN Jakarta Pusat (Jakpus) dan memerintahkan KPU RI menghentikan tahapan Pemilu 2024 dan mengulang tahapan Pemilu dari awal.
Dimenangkannya Partai Prima dalam gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) dengan tergugat KPU RI ini pun mendapat banyak komentar dari pejabat negara, pimpinan partai politik, hingga ahli hukum tentang apakah PN Jakpus dapat mengadili dan membuat putusan seperti itu.
Terkait hal ini, DPP Partai Prima pun memberikan klarifikasi terkait simpang siurnya putusan ini yang ditafsirkan sebagai penundaan Pemilu 2024. Sejumlah petinggi DPP Partai prima menjelaskan duduk perkara, termasuk kronologi sampai terjadinya gugatan ke PN Jakpus.
Sekjen DPP Partai Prima, Dominggus Oktavianus menjelaskan, Partai Prima ikut mendaftar sebagai calon peserta Pemilu 2024 pada 12 Agustus 2022. Kemudian putusan dari KPU RI pada Oktober menyatakan Partai Prima tidak memenuhi syarat.
“Rentang waktu tersebut kita mendaftar dengan syarat 100 persen, seluruh kelengkapan persyaratan yang ditentukan,” tandas dia didampingi Ketua Umum Prima Agus Jabo Priyono, Ketua MPP Mayjen (Purn) R Gautama Negara dan pengurus DPP lainnya, Waketum Prima Mangapul Silalahi, Seknas Prima Binbin Firman Tresnadi, dan Ahmad Rifai.
Dia menjelaskan, syarat itu adalah struktur kepengurusan di 34 provinsi, 75 persen kabupaten, 50 persen kecamatan, dan jumlah anggota 1/1000 dari jumlah penduduk.
“Syarat itu sudah kami penuhi semuanya 100 persen,” jelas Domi.
Akan tetapi, setelah beberapa hari sudah lengkap 100 persen memasukkan kelengkapan, ternyata turun menjadi 97 persen.
“Berarti error di Sipol (Sistem Informasi Partai Politik) KPU,” terangnya.
Baca Juga:Yusril Sebut Putusan Majelis Hakim Menunda Pemilu Keliru
Karena hal tersebut, Partai Prima mengajukan upaya hukum dengan melakukan gugatan ke Bawaslu. Gugatan ke Bawaslu itu antara lain KPU menerapkan standar ganda, karena ada anggota di daerah tertentu dengan persoalan etika, belum terdaftar di dalam daftar terpilih berkelanjutan, itu ada yang dinyatakan memenuhi syarat, di tempat lain tidak memenuhi syarat. Juga ada error Sipol dan lain-lainnya.
“Keseluruhan gugatan kita ini dikabulkan oleh Bawaslu. Artinya Bawaslu sudah mengakui ada perbuatan melawan hukum yang dilakukan KPU,” jelas dia.
Dia menyatakan, tuntutan Prima pada waktu itu sebetulnya diloloskan sebagai peserta Pemilu 2024. Namun, Bawaslu hanya mengabulkan sebagian, yakni hanya memperbaiki. Kata dia, pihaknya harus memperbaiki data sekitar 13 ribu keanggotaan.
“Sehingga kita diberikan waktu kesempatan 1x24 jam untuk memperbaiki,” tandasnya.
Persoalannya, lanjut Domi, KPU tidak betul-betul menjalankan putusan Bawaslu. Sehingga beberapa haka tau bagian ketentuan dari keputusan Bawaslu tidak dijalankan. Misalnya tidak diberikan kesempatan memperbaiki keanggotaan yang sudah dinyatakan TMS. Juga ada kota/ kabupaten yang sebelumnya TMS sudah dikunci, tidak boleh melakukan perbaikan dengan menambah data dan sebagainya.
“Kita sudah mengajukan surat ke KPU dengan tembusan Bawaslu bahwa ini Sipol yang kita akses tidak bisa menambah data-data tersebut, tapi surat kita diabaikan,” terang dia.
Dari sana, akhirnya Partai Prima menganggap ada pelanggaran yang dilakukan KPU terkait hak politik Partai Prima. Sehingga mengajukan gugatan ke Bawaslu, namun Bawaslu tidak dapat memproses kasus Prima karena kasus ini merupakan tindak lanjut dari putusan Bawaslu sebelumnya.
“Jadi tidak bisa diproses,” terang dia.
Karena sudah mentok di KPU dan Bawaslu, Domi melanjutkan, Partai Prima melakukan upaya hukum ke PTUN. Namun, PTUN menyatakan tidak dapat menerima karena perkara Prima belum merupakan putusan yang final. Jadi menunggu 14 Desember 2022.
“Muncullah keputusan KPU pada 14 Desember 2022, tapi keputusan dari KPU ini tidak sesuai dengan PKPU-nya sendiri yang menyatakan bahwa KPU harus menyebutkan nama-nama partai yang lolos dan partai-partai yang tidak lolos,” tandas dia.
Dikatakan, akibat dari tidak disebutkannya partai yang tidak lolos dalam keputusan KPU, maka ketika Partai Prima maju gugatan ke PTUN menjadi ditolak.
“Kami dinyatakan tidak memiliki legal standing karena nama kami tidak disebutkan dalam keputusan final tersebut (sebagai partai yang tidak lolos),” jelas pria yang juga aktivis PRD ini.
Domi pun menyatakan, ini terkesan ada desain ada kesengajaan KPU untuk menggagalkan atau mengebiri hak politik Partai Prima atau parpol yang tidak lolos verifikasi.
“Lalu apa langkah hukum untuk mendapatkan hak politik atau keadilan? Di mana kami harus mencari keadilan? Ke pengadilan lah tempatnya. Pengadilan tempat kami mencari keadilan,” terangnya.
Maka, jelas aktivis-politikus asal NTT ini menjelaskan, Partai Prima menggugat KPU ke PN Jakarta Pusat karena telah melakukan perbuatan melawan hukum, Prima merasa dirugikan akibat perbuatan KPU, juga meminta hak politik warga yang bergabung di Prima dipulihkan.
“Itu kronologi yang terjadi. Jadi, ini sangat jauh dari simpang siur persepsi tentang apa yang kami lakukan, seolah-olah tiba-tiba muncuk putusan ini. Jadi kami fokus bagaimana memulihkan hak politik kami,” terang dia.
Nah, dalam putusan PN Jakpus pada Kamis (2/3/2023) mengabulkan gugatan Partai Prima, dan menghukum KPU untuk meghentikan tahapan Pemilu, dan mengulang tahapan Pemilu dari awal.
"Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari," begitu amar putusan majelis hakim PN Jakpus. (*)