NTB.Suara.com - Muhammadiyah sudah menentukan awal Puasa atau Ramadan 2023 pada 23 Maret 2023.
Hal tersebut bersasarkan penetapan Hasil Hisab Ramadan, Syawal, dan Zulhijah 1444 H yang dilakukan Muhammadiyah.
Berbeda dengan Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama hingga kini belum menentukan awal puasa. Hal tersebut karena NU masih menggunakan metode rukyatul hilal untuk menentukan awal puasa.
Untuk diketahui, rukyatul hilal merupakan metode untuk menentukan awal bulan dengan cata mengamati langsung hilal (bulan sabit).
Baca Juga:Kementan Beri Bantuan Irigasi Perpompaan untuk Petani Lampung Selatan
Lantas mengapa NU masih menggunakan metode tersebut?
Dilansir dari NU Online, NU akan mulai menggelar pengamatan hilal pada Rabu (22/3/2023). Pengamatan ini akan dilakukan di seluruh Indonesia sebagai satu kesatuan wilayah hukum.
Adapun nyelenggaraan dan pengawasan rukyah hilal tersebut dikoordinasikan oleh LF PBNU.
Selanjutnya, hasil pengamatan akan disampaikan pada forum Sidang Itsbat Kementerian Agama RI.
Dalam keterangannya, LF PBNU menjelaskan ada dua dasar mengapa NU masih menggunakan metode ini untuk menentukan awal puasa.
Baca Juga:Jejak Kemenangan Partai Prima Lawan KPU, Kini Optimis Lolos Verifikasi Ulang Pemilu 2024
Dasar pertama yaitu sebagai aspek ibadah untuk memastikan kapan masuk tanggal 1 bulan kalender Hijriyah.
Selain itu, dalam keterangannya, pengamatan hilal ini sejalan dengan pendapat para ulama salaf yaitu pengamatan hilal hukumnya fardhu kifayah atau bersifat wajib untuk masyarakat (wajib-komunal).
Jadi, jika dalam sebuah negara tak ada yang melakukannya, maka semua umat Muslim di negara itu berdosa.
Adapun dasar kedua adalah aspek kultural. Pertimbangannya adalah jumlah umat muslim di Indonesia yang menjadi warga NU sebesar 90 juta.
Sehingga, tidak elok jika NU sebagai lembaga keagamaan Islam yang berpedoman pada rukyah hilal tidak menyelenggarakan kegiatan yang hasilnya jelas akan ditunggu dan akan dipedomani demikian banyak orang.(NU Online)