NTB.Suara.com – Mayoritas umat Islam di Indonesia terutama dari kalangan Nahdlatul Ulama (NU) dan Nahdlatul Wathan dan kalangan pesantren melaksanakan shalat tarawih 23 rakaat.
Jumlah rakaat shalat tarawih tersebut berbeda dengan yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW, seperti hadits yang diriwayatkan Aisyah RA, jika Rasulullah Shalat Tarawih 11 rakaat dengan witir.
Ulama kondang asal Pekanbaru, Ustadz Abdul Somad menjelaskan kenapa mayoritas masyarakat Indonesia shalat tarawih 23 rakaat. Menurut penjelasan UAS, shalat tarawih 23 rakaat dimulai di zaman khalifah Umar Ibn Khattab. Umar menambah jumlah rakaat shalat tarawih memiliki tujuan yang baik.
Pertama untuk menyatukan umat Islam di Madinah, sebelum disatukan Umar, UAS menjelaskan umat islam melaksanakan tarawih secara berkelompok di banyak tempat. Lalu Umar menyatukannya agar umat islam terlihat kuat dengan menunjuk sahabat Nabi Ubay Bin Kaab sebagai imam.
“Lalu yang 23 rakaat datang darimana, jumhur ulama dari mazhab Hanafi, hambali, mayoritas ulama, mengatakan sesungguhnya kaum muslimin shalat tarawih pada masa Umar, Utsman, dan Ali bin Bin Thalib mereka shalat 20 rakaat, nama imamnya Ubay bin Kaab. Awalnya shalat tarawih 23 rakaat karena Umar melihat orang shalat setumpuk disini, setumpuk disini, kemudian disatukan dengan menunjuk Imam Shalat Ubay Bin Kaab,” jelas UAS.
Menurut UAS tidak ada pertentangan di kalangan sahabat nabi soal penambahan rakaat shalat, sejak zaman itu dan seterusnya ummat Islam di Madinah, Makkah dan wilayah lainnya shalat tarawih 20 rakaat dan witir 3 rakaat.***