NTB.Suara.com - Kang Dedi Mulyadi mengupas modus-modus pembayar pajak nakal dengan pegawai pajak untuk mengurangi nilai pajak yang harus disetorkan ke kas negara.
Menurut Kang Dedi kebocoran terjadi sejak pemungutan pajak, hingga ke penganggaran pajak menjadi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), jadi ada kebocoran bertingkat.
“Kalau saya melihat kemungkinan terjadinya penyimpangan pengelolaan, ada tiga aspek tingkatan yang pertama bocor lagi dipungut, misalnya bocor dari pungut, misalnya mumuk bayar pajaknya Rp3 miliar, tapi kata mumuk sudahlah saya bayar pajak Rp1 miliar saja, Rp500 juta buat kamu. Itu bocor yang pertama, sehingga seharusnya pendapatannya Rp100 triliun, itu berubah menjadi Rp50 triliun,” kata Kang Dedi dilansir dari youtube channel KDM.
Realisasi uang pajak juga menurut Kang Dedi lebih banyak digunakan bukan untuk pembangunan yang menyentuh langsung ke masyarakat melainkan untuk peningkatan kesejahteraan pegawai, kegiatan di hotel hingga perjalanan dinas yang sebenarnya tidak penting.
Baca Juga:5 Trik Jitu Menghadapi Teman yang Suka Mengatur, Nggak Harus Dijauhi!
“Kebocoran kedua terjadi ketika uangnya disusun menjadi APBN, APBD, anggarannya tidak untuk pembangunan rakyat, tapi lebih banyak untuk honor, kegiatan di hotel, perjalanan dinas,” kata Kang Dedi.
Kang Dedi menjelaskan dampak pengelolaan pajak yang tidak benar berdampak ke pembangunan yang tidak maksimal. Kang Dedi mencontohkan sebuah perusahaan di Purwakarta membayar pajak hingga Rp1 triliun, tetapi jalan ke perusahaan tersebut rusak. ***